Liwa adalah ibu kota kabupaten Lampung Barat provinsi Lampung, Indonesia. Sebuah kota hujan yang berada di pegunungan
Bukit Barisan Selatan.
Letak
Liwa terletak di
jalan simpang yang menghubungkan tiga provinsi, yaitu Lampung, Bengkulu, dan Sumatera Selatan.Di sebelah selatan,
Liwa berbatasan dengan pekon (desa) Kembahang kecamatan Batubrak, di sebelah
timur berbatasan dengan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), di sebelah barat dengan pekon Tanjungkemala,
kecamatan Pesisir Tengah dan TNBBS, dan di sebelah utara dengan pekon
Tanjungraya, kecamatan Sukau.
Pekon
Liwa yang meliputi
satu marga (Marga Liwa) dan satu kecamatan (Kecamatan Balik Bukit) terdiri dari 12 (duabelas) pekon (kelurahan):
Padangcahya
Way Mengaku
Pasar Liwa
Kubuperahu
Sebarus
Gunungsugih
Way Empulau Ulu
Watas
Padangdalom
Sukarami
Bahway
Sedampah Indah
Posisi strategis
Pemilihan Liwa
sebagai ibu kota Kabupaten Lampung Barat memang tepat. Beberapa
alasan memperkuat pernyataan ini.
Pertama, tempatnya strategis karena berada di tengah-tengah wilayah Lampung
Barat, sehingga untuk melakukan pengawasan terhadap seluruh daerah Lampung Barat
oleh pemerintah kabupaten akan relatif efektif.
Kedua, Liwa merupakan persimpangan lalu lintas jalan darat dari berbagai arah: Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Lampung sendiri.
Kita mulai menjalankan kendaraan dari arah selatan, yaitu dari Bandar Lampung
melewati Gunungsugih (Lampung Tengah), Kotabumi dan
Bukitkemuning (Lampung Utara) memasuki Liwa.
Dari Liwa, jika belok kanan ke arah utara, seseorang akan menuju Kotabatu,
sebuah kota kecil di tepi Danau Ranau untuk selanjutnya dapat
melanjutkan perjalanan ke Baturaja dan Palembang.
Sedangkan jika belok kiri ke arah barat, seseorang akan menuju Krui, kota pelabuhan Lampung Barat di pantai barat
Lampung (Samudra Hindia). Dari sini,
menelusuri pantai barat ke arah utara, seseorang bisa melanjutkan perjalanan
memasuki provinsi Bengkulu.
Tapi kalau ingin memilih menelusuri pantai barat ke arah selatan, seseorang
akan tembus ke Kotaagung, Kabupaten
Tanggamus.
Kondisi alam
Terletak di pegunungan dengan hawa yang sejuk dan panorama yang indah seluas
sekitar 3.300 hektar, Liwa adalah eksotisme bagi para pencinta alam. Liwa
mencakup beberapa pekon (kelurahan) yang dikelilingi oleh hijaunya bukit-bukit.
Dari kejauhan, kebiruan Gunung Pesagi, gunung tertinggi
di Lampung (2.262 m), menambah eloknya kota.
Sejak dulu, Liwa terkenal sebagai tempat pemukiman yang menyenangkan, aman, dan
damai bagi semua orang. Orang Belanda di masa Kolonial dahulu pun memanfaatkan
kota ini sebagai tempat berlibur, beristirahat, dan bersantai.
Beberapa bangunan peninggalan Belanda sebetulnya utuh sebelum gempa tektonik berkekuatan
6,5 skala Richter menghantam kota ini, 15 Februari 1994. Kini, beberapa peninggalan Belanda masih dapat
kita lihat seperti tangsi yang kini menjadi Kantor Kepolisian Sektor (Polsek)
Balik Bukit dan pesanggrahan (kini Hotel Sindalapai).
Asal-usul nama
Tentang asal-usul
nama Liwa, menurut cerita orang, berasal dari kata-kata "meli iwa"
(bahasa Lampung), artinya membeli ikan. Konon dahulunya Liwa merupakan daerah
yang subur, persawahan yang luas, sehingga hasil pertaniannya melimpah. Liwa
juga nama salah satu marga dari 84 marga di Lampung.Way Setiwang, Way
Robok, dan Way Sindalapai yang mengaliri wilayahnya merupakan sumber kekayaan
daerah ini. Ditambah pula, penduduk yang masih jarang membuat masyarakat daerah
ini menjadi makmur dan sejahtera.
Di daerah ini dulunya terdapat bendungan-bendungan tempat ikan (bidok, bahasa
Lampungnya), sehingga terkenallah daerah ini sebagai penghasil ikan. Hampir
setiap orang yang datang dari dan ke tempat itu jika ditanya sewaktu bertemu di
jalan: "Mau ke mana?" atau "Dari mana?" selalu menjawab:
"Jak/aga mit meli iwa" (Dari/hendak membeli ikan).
Lama-kelamaan jawaban itu berubah menjdi "mit meli iwa". Kemudian
karena diucapkan secara cepat kedengarannya seperti "mit liwa". Dan,
akhirnya daerah ini mereka namakan Liwa.
Kalau kita kontekskan dengan sekarang, Liwa memang menjadi tempat pertemuan
ikan laut dari Krui di
tepi Samudra Hindia, ikan tawar dari Danau Ranau, dan ikan tawar lain dari sungai dan sawah.
Potensi budaya
Di samping memiliki
potensi alamiah seperti pertanian, perikanan, perkebunan, kehutanan,
pariwisata, dan pertambangan, Liwa juga menyimpan sejarah budaya.
Beberapa kebiasaan (tradisi-budaya) yang masih kita
temui di Liwa, antara lain upacara-upacara adat seperti nayuh (pesta
pernikahan), nyambai (acara bujang-gadis dalam rangka resepsi
pernikahan),bediom (menempati rumah baru), sunatan, sekura (pesta topeng
rakyat), tradisi sastra lisan (seperti segata, wayak, hahiwang, dll), buhimpun
(bermusyawarah), butetah (upacara pemberian adok atau gelar adat), dan berbagai
upacara adat lainnya.
Potensi wisata
Kota Liwa mempunyai tempat wisata yang cukup menarik, di antaranya air terjun
Kubuperahu, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) yang termasuk sebagian
kecil wilayahnya, Pulau Dewa (kuburan yang panjangnya mencapai hampir 3 meter)
di desa Jejawi, dan Prasasti Hujung Langit (Batu Tulis Hara Kuning) di Bawang,
suasana sejuk karena alam yang masih hijau, dan adat-istiadat setempat (seni-budaya
lokal).
Namun Kabupaten
Lampung Barat mempunyai belasan tempat wisata seperti Danau Ranau, wisata
budaya pekon Kenali, (Belalau), dan pantai sepanjar Pesisir Barat Samudera
Indonesia yang dapat diandalkan terutama pantai dan tempat bersejarah.
Salah satunya Situs Prasejarah Batu Jaguar yang terletak di Pekon Purawiwitan,
Sumberjaya. Di sini, terdapat sebuah batu menhir yang dipercaya masyarakat
dapat memberikan tanda-tanda bila akan terjadi bencana alam. Hal ini terbukti
saat gempa Liwa 1994.